Cerita Sex Tante Girang Tubuh Sexy – Cerita dewasa Ibuku adalah 7 bersaudara, dan beliau adalah anak
tertua kedua, kemudian adik-adiknya ada 4 orang, berturut-turut
perempuan dan yang bungsu laki laki, adik perempuan yang terkecil
tinggal bersama kami sejak aku masih kecil. Sejak aku usia 8 tahun (kira
kira kelas 3 SD), tanteku itu mulai ikut tinggal di rumah kami, sebut
saja Tante Murni. Tante Murni terpaut sekitar 6 tahun denganku, jadi
waktu itu usianya 14 thn.
Setelah lulus SMP di K, Tante Murni tidak mau meneruskan ke SMA dan
memilih ikut kakaknya di Jakarta, katanya mau tahu Jakarta. Wajah Tante
Murni sangat menarik, bulat, cukup cantik, kulit sawo matang, dengan
tinggi seperti anak perempuan usia 14 tahun, tetapi dalam pandanganku
sepertinya tubuh Tante Murni lebih montok dibanding teman seusianya yang
lain. Sebagai gadis remaja yang sedang mekar tubuhnya, tanteku ini
juga agak sedikit genit. Dia senang berlama-lama jika sedang merias
dirinya di depan cermin, aku sering menggodanya dan Tante Murni selalu
tertawa saja. Aku sendiri anak tertua dari tiga bersaudara (semua
saudaraku perempuan). Rumahku waktu itu hanya mempunyai 3 kamar, satu
kamar orang tuaku dan dua untuk anak anak. Kedua adikku tidur dalam
satu kamar, dan aku menempati kamar lain yang lebih kecil.
Cerita Sex Tante Girang
Sejak Tante Murni tinggal dengan kami, tante tidur dengan kedua
adikku ini. Pergaulan Tante Murni dengan tetangga sekitar juga sangat
baik, ia cepat akrab dengan anak remaja sebayanya, antara lain tetangga
kami Suli. Usianya tak jauh beda dengan tanteku kira-kira 15 tahun, tapi
berbeda dengan tanteku, Suli berkulit putih bersih dan jauh lebih
tinggi (kata orang bongsor), wajahnya ayu, rambutnya selalu disisir
poni, murah senyum dan baik hati. Ia sangat baik terhadap semua
saudaraku terlebih terhadapku, mungkin karena ia anak tunggal dan sangat
mendambakan seorang adik laki-laki seperti yang sering dikatakannya
kepadaku. Mbak Suli sering bermain di rumah kami, bahkan beberapa kali
ikut tidur di rumah kami bila hari libur, oh ya Mbak Suli ini kelas 2
SMEA.
Sekitar dua bulan setelah Tante Murni tinggal di rumahku, suatu saat
Ibu dan almarhum ayahku harus meninggalkan kami karena suatu urusan di
Jawa Tengah (almarhum berasal dari sana) katanya urusan warisan atau
apalah waktu itu aku tidak begitu paham. Adikku yang kecil (2,5 thn.)
diajak serta, sedangkan kami dititipkan pada tetangga sebelah rumah
(kami saling dekat dengan tetangga kiri-kanan) dan tentu saja pada Tante
Murni. Tante Murni orangnya sangat telaten mengurus para keponakan,
mungkin karena di desa dulu memang tanteku itu orang yang “prigel” dalam
pekerjaan rumah tangga. Setiap hari Tante Murni bersama adikku selalu
mengantarku sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumah.
Lalu ia pulang dan menjemputku lagi pada jam pulang sekolah
(kira-kira pukul 10:30). Aku sangat senang dijemput Tante Murni, karena
aku punya kesempatan untuk menggandengnya dan menepuk pantatnya yang
montok itu. Entah mengapa meskipun aku saat itu masih kecil, tetapi
kemontokan dada Tante Murni serta juga pinggulnya yang menonjol itu
membuat aku selalu berusaha menyentuhnya terutama secara “pura pura”
tidak sengaja. Semuanya itu aku lakukan secara intuitif saja, tanpa ada
siapapun yang mengajari. Pada hari keempat sejak ditinggal pergi kedua
orang tuaku (hari Sabtu), Sepulang sekolah, kami bermain di ruang depan
sambil nonton televisi. Aku, adikku, Tante Murni dan Mbak Suli. Orang
tua Mbak Suli inilah yang dititipi oleh orang tuaku. Masa kecilku memang
lebih banyak dihabiskan di dalam rumah, jarang aku bermain di luar
rumah kecuali bila sekolah, dan pergaulanku juga lebih banyak dengan
adikku, atau beberapa anak sebaya tetangga terdekat, itupun kebanyakan
mereka perempuan.
Kami biasanya bermain mobil-mobilan atau sesekali bermain
dokter-dokteran, aku jadi dokter lalu Tante Murni dan Mbak Suli menjadi
pasien. Kadang-kadang bila aku sedang berpura-pura memeriksa dengan
stetoskop mainanku secara mencuri-curi aku menyenggol payudara Mbak Suli
atau tanteku, tapi mereka tidak marah hanya tersenyum sambil berkata,
“Eh, koq dokternya nakal, ya”. sambil tertawa, terkadang membalas dengan
cubitan ke pipi atau lenganku, yang selalu kuhindari. Memang mulanya
aku tak sengaja tapi sepertinya asyik juga menyenggol payudara mereka,
maka hal itu menjadi kebiasaanku,
setiap kali permainan itu. Terasa sekali payudara mereka kenyal dan
empuk, setelah aku besar baru aku menyadari bahwa saat itu mereka pasti
tak memakai beha, karena tak terasa ada sesuatu yang menghalangi
sentuhan jariku pada daging montok itu kecuali lapisan baju mereka.
Setiap kali tanganku menyentuh meremas atau menowel bukit empuk itu, aku
merasakan ada getaran aneh terutama di sekitar kemaluanku, tak jarang
membuatnya menegang, walaupun waktu itu masih kecil dan belum sunat.
Sering aku mengkhayalkan memegang payudara mereka bila sedang sendirian
di kamarku sambil memegang burung kecilku, hingga tegang walaupun tak
sampai mengeluarkan sperma, hanya cairan bening, seperti cairan lem uhu
tapi tidak seperti lem lengketnya. Siang itu setelah adikku tertidur
kami kembali bermain dokter-dokteran dan hal itu kulakukan lagi. Untuk
diperiksa kuminta Tante Murni untuk berbaring di lantai, dia menurut
saja.
Yang pertama kuperiksa adalah dahinya lalu aku langsung meletakkan
stetoskopku di dadanya, namun aku sengaja memposisikan tanganku
sedemikian rupa sehingga tanganku berhasil menempel di dada Tante Murni,
kurasakan empuk sekali dan seiring dengan napasnya, tangankupun ikut
naik turun pelan-pelan. Tante Murni hanya tertawa saja, sementara Mbak
Suli memperhatikan sambil tertawa, rupanya mereka geli atas
kekurangajaranku ini, sepertinya Tante Murni keenakan dengan tingkahku
ini, tanganku tak hanya memeriksa di satu tempat tetapi terus bergeser,
dan aku tak pernah mengangkat tanganku dari gundukan kenyal itu.
Sampai tiba-tiba Tante Murni memegang tanganku dan
menggosok-gosokannya di dadanya. Aku merasa senang sekali, apalagi Tante
Murni juga tiba-tiba merangkul dan menciumiku dengan gemas, tapi ya
cuma begitu saja. Karena selanjutnya Mbak Suli yang minta diperiksa,
Mbak Suli malahan lebih gila lagi, dia sengaja membuka kancing blus-nya
sehingga aku bisa melihat gundukan daging yang putih itu. Tanganku
gemetar ketika meletakkan stetoskop plastikku di tepi gundukan dadanya,
apalagi ketika dengan suara nyaring Mbak Suli berkata, “Mas.. (dia biasa
memanggilku Mas seperti adik adikku, begitu juga Tante Murni), dingin
stetoskopmu!”. Tanpa mempedulikan ucapannya, stetoskopku terus bergeser
sehingga tersingkaplah bajunya dan mataku terbelalak melihat puting
susunya yang kecil dan berwarna coklat muda itu. Saat itulah Mbak Suli
menepis tanganku sambil tertawa, “Sudah sudah, geli!”. Mereka berdua
langsung berdiri dan meninggalkanku sambil berbisik-bisik, aku merengek
agar mereka tetap menemaniku bermain, tetapi mereka terus keluar sambil
tertawa.
Aku merasakan kalau penisku kaku sekali dan juga celanaku jadi basah,
entah mengapa aku jadi penasaran sekali dengan semua ini, aku bertekad
kalau besok main dokter-dokteran lagi, akan aku singkap baju Tante Murni
atau Mbak Suli biar aku bisa melihat lebih jelas puting susu yang
menonjol bulat itu. Malamnya sebelum tidur aku kembali membayangkan
kejadian siang itu, kurasakan penis kecilku meregang sehingga kubuka
celana pendekku dan kukeluarkan penisku yang sudah tegak ke atas itu.
Kupegang dan kuremas pelan-pelan, sambil memejamkan mata kubayangkan
kekenyalan dada Tante Murni, puting susu Mbak Suli, terasa nikmat sekali
melamun sambil merasakan sesuatu yang gatal dan nikmat di sekitar
penisku itu. “Hayo., lagi ngapain!, Aku jadi kaget dan terlonjak serta
membuka mataku. Di depanku kulihat Tante Murni sambil tersenyum
memandang bagian bawah tubuhku yang terbuka itu. Mukaku terasa panas,
mungkin merah padam mukaku, sambil membetulkan celana yang hanya
kupelorotkan sampai dengkul aku segera memeluk guling tanpa berkata apa
apa lagi dan membelakangi tanteku. Sambil terus tertawa tanteku ikut
naik ke ranjangku dan memelukku dari belakang dan menciumku sambil
berbisik, “Nggak apa apa Mas.”. Jantungku deg-deg, apalagi ketika dengan
lembut tanteku membelai rambutku terus tubuhku sambil berbisi, “Ehh,
jangan malu, kamu senang ya pegangin burung, sini tante pegangin”.
Mulanya aku ragu, takut kalau tanteku hanya memancing reaksiku saja,
tetapi ketika rabaannya turun ke arah selangkanganku aku jadi berubah
senang. Kuberanikan diri untuk menolehnya dan kudapati wajah tanteku
yang tersenyum manis sekali membuat hatiku berbunga bunga.
Burungku yang tadinya sudah mengecil itu mendadak meregang lagi dan
mendesak celanaku. Tanteku kemudian menciumi wajahku dengan kasih
sayang, tangannya mulai meraba lagi bagian sensitifku dari bagian luar
celanaku, aku yakin tanteku bisa merasakan penisku yang meregang dan
keras itu, elusan tanteku terasa kurang nikmat, aku berpikir seandainya
tanteku memegang langsung burungku, tentu lebih nikmat. Belum habis aku
berpikir, tiba-tiba saja Tante Murni memelorotkan celana pendekku sampai
terlepas, sehingga burungku yang sudah tegang itu bebas mengacung
diudara terbuka. Dengan kelima jarinya tanteku menggenggam burungku dan
meremasnya pelan. Aku merasa gatal dan geli serta nikmat yang tak
kumengerti tapi membuat aku merasa seperti melayang dan menggeliat serta
merintih pelan. Dengan memandang tajam mataku, remasan jari lentik
Tante Murni di burungku menjadi semakin cepat bahkan juga dikocoknya
naik turun kadang-kadang juga dielusnya buah pelirku. Aku semakin
meringis merasakan kenikmatan ini, secara naluriah aku berusaha
merangkul tanteku agar rasa geli itu makin terasa nikmat. Aku juga
berusaha menempelkan wajahku ke wajah Tante Murni yang kulihat juga
merah padam dan bibirnya gemetar, nafas Tante Murni semakin memburu dan
dia makin merapatkan tubuhnya ke tubuh kecilku, tanganku diraihnya lalu
dituntun ke dadanya yang montok dan kenyal itu.
Tanganku terasa menempel di puting susu Tante Murni yang terasa keras
seperti kelereng itu, aku meremasnya dengan agak sulit, karena telapak
tanganku yang kecil itu tak bisa meremas keseluruhan permukaan dada
Tante Murni yang lebar dan keras itu Kuperhatikan tanteku saat itu
mengenakan daster kaos yang tipis tanpa mengenakan apa apa lagi
dibaliknya. Merasa kurang puas hanya meremas dari luar, akupun
menyelusupkan tanganku ke lubang tangan daster Tante Murni sehingga
tanganku secara langsung bersentuhan dengan dada yang telah lama aku
kangeni itu, hangat dan licin sekali. Kalau tadinya tanteku yang asyik
meremas-remas burungku, sekarang justru aku yang beringas meremas-remas
payudara tanteku bahkan tanganku yang lain juga ikut ikutan meremas
payudara Tante Murni yang satunya.
Tante Murni hanya memejamkan matanya rapat rapat sambil menggigit
bibirnya. Aku tak mempedulikan apapun sikap Tante Murni, bagiku
kesempatan emas ini harus benar-benar dinikmati dan peduli dengan
tanteku. Tanganku bukan hanya meremas, tetapi juga memelintir puting
susu tanteku yang kecil dan keras itu, lucu sekali melihat kedua
tanganku menelinap dan bergerak-gerak di dalam daster tanteku. Kurasakan
tangan tanteku sudah tak mengocok penisku, tetapi hanya kadang kadang
saja dia meremasnya dengan keras membuat aku kesakitan. Dari luar
dadanya yang berdaster mulutku ikut ikutan menciumi dada tanteku itu,
rasanya bila memungkinkan aku ingin memanfaatkan seluruh tubuhku untuk
menikmati kekenyalan dada Tante Murni ini. Tak kusadari nafas tanteku
makin lama makin memburu, rupanya dia juga sangat menikmati kekasaran
tanganku ini. Tiba-tiba saja Tante Murni mengangkat dasternya sehingga
dadanya tersibak, baru saat itu aku bisa melihat kemontokan payudara
tanteku ini, tanganku hanya dapat menutupi sebagian ujung atas
payudaranya, sedangkan bagian yang lain masih belum tersentuh oleh
remasanku.
Dada yang montok itu dipenuhi oleh barut-barut merah bekas remasanku.
Setelah dadanya terbuka dengan gemetar Tante Murni berbisik, ” Mas,
isep pentilnya pelan-pelan ya”. Tak perlu diperintah dua kali, aku
segera melumat puting susu tanteku dan mengenyotnya sekuatku, Tante
Murni mendesis desis dan menekan kepalaku kuat kuat kedadanya, aku
memeluk pinggangnya dan kutindih badan Tante Murni dengan tubuhku yang
telanjang bawah itu. Terasa burungku yang kaku itu menghunjam di tubuh
mulus tanteku yang hanya dilapisi celana dalam itu. Tanteku makin
kencang memeluk tubuhku, bahkan ia menyuruh aku untuk menjilati juga
putingnya. Kulakukan semua itu dengan penuh semangat, entah apa pengaruh
kepatuhanku ini pada Tante Murni, yang jelas aku sangat menikmatinya,
penisku yang menggeser-geser diperut Tante Murni terasa mengeluarkan
cairan yang membasahi perut Tante Murni.
Saat itu Tante Murni sudah tak mempedulikan penisku lagi, dia asyik
menikmati kepatuhanku itu. Mungkin karena sudah tak tahan dengan semua
itu, tiba-tiba saja Tante Murni juga melepaskan celana dalamnya. Selama
ini aku hanya bernafsu pada buah dadanya saja, aku tak pernah berpikiran
lebih dari itu. Ketika dengan berbisik ia menyuruhku memindahkan
ciumanku, aku agak bingung juga. ” Mas, ayo sekarang ciumi selangkangan
Mbak ya, nanti punya kamu juga Mbak ciumi”.
Aku menghentikan kesibukanku di dada Tante Murni dan memandang ke
selangkangannya. Aku takjub sekali melihat selangkangan Tante Murni itu
karena ada rambut keriting yang tumbuh di ujung selangkangannya yang
cembung itu, ini adalah pemandangan yang sama sekali baru bagiku, selama
ini aku hanya pernah melihat selangkangan adikku yang aku tahu tak ada
burungnya seperti aku. Namun selangkangan wanita yang berbulu, ya baru
kepunyaan Tante Murni ini! Oh, terus terang saja, meskipun aku secara
naluri sudah bangkit birahi, tetapi tak pernah kubayangkan bahwa aku
akan melangkah sejauh ini dalam bidang seksual apalagi di usiaku yang
belum sampai sepuluh tahun itu. Aku agak ragu juga melepaskan mainan
yang begitu nikmat di payudara Tante Murni, tetapi perintah Tante Murni
membuatku merubah posisi badanku dan dengan ragu-ragu kudekatkan wajahku
ke bukit cembung yang ada bulu keritingnya itu. Merasakan keraguanku,
Tante Murni tanpa basa basi langsung menekan kepalaku sehingga bibir dan hidungku menempel di bulu-bulu keriting yang halus itu. Karena tadi aku disuruh menggigiti payudara, maka kali ini akupun juga mulai menggigiti bukit cembung itu. Namun kudengar Tante Murni berteriak lirih, “Jangan keras keras gigitnya Mas, sakit!”. Ketidaktahuanku benar-benar konyol, aku kira bukit cembung itu sama seperti payudara, tetapi karena bidangnya kecil, tanganku tak mungkin untuk meremasnya, sebagai sasaran lain aku jadi meremas paha Tante Murni serta juga pantatnya. Ketika Tante Murni membisiki agar ciumanku lebih turun lagi ke depan, aku agak bingung juga. Nah ketika aku maju ke depan barulah aku melihat celah sempit yang berbentuk bibir dan saat itu sudah basah. Warnanya sungguh menarik merah muda dan bibirnya seperti berlipat lipat. Seperti biasa aku menciumi bagian ini dengan penuh semangat. “Jilat saja Mas, nikmat lho!”, bisikan Tante Murni membuatku merubah lagi permainanku. Entah kenapa di tengah asyiknya aku menjilati celah basah yang asin dan agak amis itu, Tante Murni mengerang dan menjambak rambutku sambil menjepitnya dengan kedua pahanya. Aku tak bisa bernafas dan aku segera berontak melepaskan diri. Tante Murni melepaskan dasternya yang tadi masih bergulung di atas dadanya sehingga dia sekarang jadi telanjang bulat.
Tante Murni tanpa basa basi langsung menekan kepalaku sehingga bibir dan hidungku menempel di bulu-bulu keriting yang halus itu. Karena tadi aku disuruh menggigiti payudara, maka kali ini akupun juga mulai menggigiti bukit cembung itu. Namun kudengar Tante Murni berteriak lirih, “Jangan keras keras gigitnya Mas, sakit!”. Ketidaktahuanku benar-benar konyol, aku kira bukit cembung itu sama seperti payudara, tetapi karena bidangnya kecil, tanganku tak mungkin untuk meremasnya, sebagai sasaran lain aku jadi meremas paha Tante Murni serta juga pantatnya. Ketika Tante Murni membisiki agar ciumanku lebih turun lagi ke depan, aku agak bingung juga. Nah ketika aku maju ke depan barulah aku melihat celah sempit yang berbentuk bibir dan saat itu sudah basah. Warnanya sungguh menarik merah muda dan bibirnya seperti berlipat lipat. Seperti biasa aku menciumi bagian ini dengan penuh semangat. “Jilat saja Mas, nikmat lho!”, bisikan Tante Murni membuatku merubah lagi permainanku. Entah kenapa di tengah asyiknya aku menjilati celah basah yang asin dan agak amis itu, Tante Murni mengerang dan menjambak rambutku sambil menjepitnya dengan kedua pahanya. Aku tak bisa bernafas dan aku segera berontak melepaskan diri. Tante Murni melepaskan dasternya yang tadi masih bergulung di atas dadanya sehingga dia sekarang jadi telanjang bulat.
Dengan suara serak disuruhnya aku berbaring telentang, dengan
telanjang bulat Tante Murni memegang burungku yang masih tegang itu,
karena waktu itu aku belum dikhitan, tanteku menceletkan kulup penisku
yang terasa sangat geli bagiku kemudian dengan tiba-tiba Tante Murni
mengangkangi burungku dia menurunkan pantatnya, dan dituntunnya burungku
memasuki celah sempit yang tadi aku jilati itu. Dilakukannya semua ini
dengan pelan-pelan sampai akhirnya aku merasakan kehangatan jepitan
kemaluan tanteku yang ternyata telah sangat basah. Aku tak mengerti apa
yang dilakukan tanteku ini, tetapi terasa geli, ngilu di sekitar
kemaluanku, juga ada rasa perih. Tanteku hanya diam saja setelah menelan
burungku, dia malah mendekatkan dadanya ke wajahku sehingga aku mulai
lagi menyedot puting susunya itu. Tanteku kembali mendesis-desis, dan
terasa dia memutar-mutar pantatnya membuat burungku seperti
dikocok-kocok oleh tangan tanteku yang lembut itu, nikmat sekali.
Tanteku terus saja menggoyangkan pantatnya ke kanan-kiri, putar sehingga
ada rasa yang lebih nikmat di sekitar kemaluanku. Rasa geli yang
ditimbulkan membuat aku makin ganas menciumi bahkan juga menggigit
daging montok yang bergantung di depanku itu. Ketika Tante Murni
mengangkat pantatnya, aku merasa kalau batang burungku yang sekarang
penuh lendir dari dalam celah Tante Murni itu menjadi gatal dan geli,
ternyata rasanya jauh lebih menyenangkan daripada diremas dengan tangan
Tante Murni, apalagi dengan tanganku sendiri.
Tidak lama aku merasakan ada lendir yang meleleh di pangkal burungku,
yang berasal dari lubang Tante Murni itu. Ketika kutanyakan apakah
Tante Murni pipis, dia tak menjawab, melainkan memejamkan matanya serta
mendesis dengan keras sekali. Pantatnya ditekan keras-keras ke tubuhku
sehingga terasa pangkal kemaluanku menyentuh bibir vaginanya yang
hangat. Kurasakan tubuhnya menegang dan berdenyut-denyut pada bagian
kemaluannya, membuat burung kecilku seperti diurut dan dipilin oleh
tangan yang lembut. Oh.., sungguh kurasakan nikmat yang sungguh luar
biasa. Bayangkan…, aku yang baru SD kelas 3 telah merasakan tubuh
tanteku yang notabene beberapa tahun lebih tua, yang mungkin maniak seks
(terakhir kutemukan koleksi gambar gambar porno di balik tumpukan
pakaiannya. Jujur saja Mbak, akupun tak tahu apakah sebelum itu tanteku
sudah pernah berhubungan seks, tetapi kukira dia sudah pernah
melakukannya, mungkin dengan temannya ketika di K.
Mbak pengalaman ini sangat membekas di hatiku, setelah kejadian itu
setiap ada kesempatan aku selalu melakukan hal itu bersama tanteku,
bahkan pada suatu saat Mbak Suli diajak melakukan bersama kami bertiga
(nanti lain waktu aku cerita lagi tentang hal ini). Kalau dulu kami
masih berpura-pura, maka sekarang kami sudah pintar saling merangsang,
dan yang paling kunikmati adalah saat spermaku memancar keluar, itulah
puncak dari segala kenikmatan, geli, dan nikmat bercampur menjadi satu.
Kami sama sama menyukai permainan ini sehingga sering dalam satu hari
kami melakukannya tiga empat kali, sering juga tanteku pindah ke kamarku
malam-malam dan kami melakukan hubungan seks ini dengan pintu terkunci.
Tante Murni juga senang mengulum burungku, bahkan seringkali juga aku
muncrat di dalam mulutnya. Semua kegiatan ini kulakukan kira-kira sampai
kurang lebih 2 tahun sampai akhirnya tanteku pulang ke K.
dan selanjutnya menikah di sana. Mbak Yuri, disaat aku sudah
berkeluarga keinginan untuk mengulang persetubuhan avonturir dengan
tanteku sering muncul, yang aku bayangkan hanya betapa sekarang aku akan
lebih pintar membuat tanteku merasa nikmat, dan akupun pasti juga akan
lebih menghayati dalam merasakan kelembutan tanteku itu. Semua
keinginanku itu baru dapat terulang 15 tahun kemudian, ketika adikku
yang paling kecil menikah di K. Malam itu setelah acara resepsi
pernikahan selesai kami kembali ke rumah kira-kira pukul 1 pagi, dan
karena banyak saudara yang datang maka kami juga menyewa beberapa kamar
hotel melati yang letaknya tidak jauh dari rumah (kira kira 200 meter),
kebetulan waktu itu aku satu rombongan dengan Tante Murni bersama dua
orang anaknya (10 thn dan 7 thn),
suaminya tidak ikut, karena ada tugas kantornya yang tak bisa
ditinggalkan. Tanteku tidur di ranjang bersama kedua anaknya, aku tidur
di lantai dengan kasur extra. Mungkin karena terlalu lelah kedua anaknya
langsung tertidur tak lama setelah lampu kamar dipadamkan. Walaupun
lelah aku tak bisa memejamkan mata, karena mengingat-ingat kejadian
beberapa belas tahun lalu bersama tante yang sekarang sedang terbaring
di atas tempat tidur. Ternyata hal ini juga dialami oleh tante, aku
merasakan ia gelisah bolak balik. “Nggak bisa tidur Mas?”. “Iya nich,
sumuk”. Sambil melongok tante tersenyum kepada yang ada dibawahnya.
Sambil turun dari ranjang dia bilang, “Eh boleh nggak aku tidur di
sini?, sumuk di atas, di sinikan anyep”. Aku menggeser ke tepi memberi
tempat untuk tante. Jantung ini serasa berpacu cepat ketika tubuh tante
yang hangat menempel ke sisi tubuhku. Aku merasa ‘adikku’ sudah mulai
bereaksi walaupun belum tegak benar (aku waktu itu hanya mengenakan kaos
oblong dan sarung saja, tidak mengenakan CD).
Aku semakin tidak tahan ketika tanteku memiringkan tubuhnya ke
arahku sehingga sekarang dadanya menempel pada lenganku. Semakin nggak
karuan nich rasanya. ternyata tante tidak mengenakan BH, hanya daster
terusan saja, yach payudaranya cukuplah, kira-kira 34B tapi terasa sudah
sangat kencang di lenganku. Aku semakin berani, kuraih pinggang tante
dan aku rapatkan pada tubuhku. Tiba-tiba, tidak tahu siapa yang mulai
kami telah saling berpagutan. Lidah tanteku dengan lincah menyelinap ke
dalam mulutku yang segera kubelit dengan lidahku sendiri. Mbak Yuri,
selama itu aku hanya pernah berhubungan seks dengan isteriku sendiri,
dan selama itu juga trauma hubungan seksku dengan Tante Murni membuat
aku selalu beranggapan bahwa Tante Murni “lebih nikmat” dari isteriku.
Bagiku inilah saatnya untuk membuktikan kebenaran memori masa lalu itu.
Tangan Tante Murni mulai meraba dadaku terus ke bawah sampai di
selangkanganku dan menemukan ‘adikku’ yang sudah mengacung keras.
Perlahan tangan Tante Murni mulai membelai-belai, mengocok-ngocok. Aku
tak mau ketinggalan dengan ganas merogoh ke arah selangkangannya sambil
mulut ini tak henti hentinya bergantian menghisap puting yang telah
menegang. Clitoris Tante Murni kubelai dengan sedikit kasar membuatnya
mengelinjang tidak keruan. Ketika aku bermaksud akan menggunakan lidah
untuk membuat sensasi yang lain, tanteku mencegahnya, “Jangan Mas, tante
nggak tahan gelinya”, katanya. Aku mengurungkan niatku dan dengan
pandangan matanya aku mengerti bahwa tante sudah tidak tahan ingin
disetubuhi maka aku mengambil posisi untuk menindihnya, perlahan aku
gesekan dulu ‘adikku’ ke seputar belahan dan permukaan liang tanteku
itu, ia terlihat mengelinjang dan berusaha meraih penisku, dibimbingnya
menuju lembah kehangatannya.
Begitu ujung adikku sudah terselip diantara kedua bibir vaginanya,
dengan berbisik tante menyuruhku untuk menekan! Perlahan kuturunkan
pantatku, oh.., ternyata kurang lebih sama dengan rasa istri aku tapi
agak lebih hangat rasanya. Mulai aku naik turunkan dengan perlahan
membuat sensasi yang semakin lama semakin kupercepat irama kocokanku,
sayangnya tante Munrni sama sekali tidak memberi reaksi apa-apa, dia
hanya diam saja, sambil tangannya terus mencakar-cakar punggungku.
Rupanya tante sangat terpengaruh oleh suasana yang menegangkan ini,
sehingga sulit untuk memberikan respon. Namun kira-kira pada menit ke 5
aku merasakan otot-otot vaginanya mulai berkontraksi menandakan sudah
waktunya bagi tante. Aku mempercepat kocokan dan membenamkan sedalam
dalamnya sampai kurasakan dasar kewanitaannya, Kudengar tante menjerit
tertahan karena segera dia letakkan bantal ke wajahnya untuk meredam
suara yang timbul.
Bagian vitalku terasa ada yang mencengkram lembut tapi ketat sekali,
otot-otot vagina tanteku serasa memijat-mijat. Mbak Yuri…, terus terang
rasanya lebih nikmat dari yang selama ini aku pernah dapat dari
isteriku, barang isteriku tidak bisa mencengkeram, meskipun sebenarnya
lebih sempit dan kering dibanding kepunyaan tante yang terasa lebih
longgar dan agak licin itu. Aku sendiri belum keluar saat itu, kulihat
tanteku terkulai kelelahan, kubersihkan sisa-sisa air mani serta juga
cairan dari dalam vaginanya dengan menggunakan handuk kecil yang ada di
dekat situ. Setelah kurasakan kering, dengan perlahan kumasukkan lagi
burungku yang masih tegang dan kugenjot lagi. Aku menggigit bibir
tanteku ketika kurasakan gesekan penisku dengan dinding vagina tante
yang kesat dan kering itu, rasanya luar biasa. Tante tiba tiba berbisik,
“Mas, jangan digoyang dulu ya, biar tante yang goyangin”. Aku menurut
saja, dan mulailah tanteku meletakkan kedua kakinya di pantatku, lalu
mulai bergoyang, pertama memutar ke kiri dan ke kanan, kadang-kadang
disodoknya ke atas.
Aku hanya memejamkan mata merasakan kenikmatan yang tak pernah aku
dapat ini, “Enak mana punya tante sama Asri, Mas?”. Aku tak menjawab
pertanyaan tante ini, karena jujur saja Mbak Yuri, punya tanteku lebih
nikmat dari vagina Asri isteriku. Tak tahan dengan putarannya, apalagi
tanteku terus membisikkan kata-kata yang membuatku makin terangsang,
akupun ikut-ikutan menggerakkan burungku maju mundur. Sementara buah
dada tanteku sudah rata kuciumi dan kugigiti, tadinya aku takut untuk
membuat cupangan didadanya, tetapi justru Tante Murni yang menyuruhku.
Beberapa saat kemudian aku rasakan sesuatu seakan mendesak untuk
dikeluarkan. Kutekan sedalam-dalamnya dan meledaklah semua kenikmatan di
dasar kewanitaannya. Tanteku tersenyum dalam kegelapan melihat aku
mencapai kepuasan itu. “Mas, ini baru komplit ya”!, bisiknya.
Setelah merasakan tuntasnya semprotan spermaku, Tante Murni
mendorong tubuhku ke samping, dan dengan lembut dikulumnya burungku, aku
menolak karena terasa geli sekali membuat sakit di batang burungku,
tetapi tante tak mempedulikanku, terus saja dia menjilati sehingga
burungku hingga bersih. Sampai sekarang aku selalu merindukan
persetubuhan dengan Tante Murni ini. Seringkali aku melamun dan
menganalisis apa yang menyebabkan begitu nikmatnya rasa persetubuhan
dengan dia. Jawabnya hanya satu, suasana yang penuh resiko,Cerita dewasa
membuat rangsangan yang berbeda dan membuat aku menjadi penuh gairah.
jangan lupa mampir y
foto memek tembem wanita cantik
gambar memek cantik body mulus
Akibat bugil
kasih sayang mama
hangatnya memek ibu mertua
semalam dengan mama
pelajaransex untuk putraku
ibu guru yang hypersex
hangatnya memek ibu
adik temanku
akibat berenang bugil
birahi mama yang terpendam
mamaku yang sexi
abg sma ngocok memek
janda desa mandi disungai
kumpulan memek mahasiswi
foto memek perawan
toket tante gede
terima kasih
parfum perangsang wanita
ramuan arabian oil
cream pembesar penis
Khusus buat tante2 atau cewek2 untuk semua umur yang suka berpetualangan dengan saya
Silahkan hubungi 0823 6066 5061
Cowok Jawa
Masih Lajang
Wow Artikelnya HOT Bagus Bagus... Tetap Lanjut...
Saya Lg Blogwolking Klo Kerkenan Kunjungi Web Saya... Min... Terimakasih
OBAT PENGGUGUR KANDUNGAN
OBAT TERLAMBAT BULAN
OBAT PELANCAR HAID
OBAT ABORSI ASLI
Hubungi; 082243552778
PIN BB ; 269CB12E
BerjayaBet adalah Agen Bola Terpercaya Agen Resmi SBO, IBC, AFB88, S128 Sabung ayam Online
Prediksi BerjayaBet
Win Manchester City Hdp 1/2:0
Everton 1 vs 3 Manchester City
Jam 03:00 WIB Live Tv BEIN SPORT 1
Min Bet 25rb Min Dp/Wd 50rb
Bonus 20% new MEMBER
Agen Sbobet
Bandar Bola
Judi Bola
Agen Bola Terpercaya
Judi Poker
Judi Casino
Judi Togel
Poker Terpercaya
Judi Ayam Sabung
Casino Online Terpercaya
Judi Togel SGP
Bandar Togel
Agen IBCBET
OBAT PEMANJANG PENIS AMPUH
KLG USA
VIAGRA
VIMAX CANADA
VIGRX PLUS
BLUE WIZARD
OBAT BIUS
MAXMAN
CREAM KUDA HITAM
CELANA HERNIA
PERMEN KARET
sex drop
SEMENAX
Posting Komentar